Wednesday, March 18, 2015

Empat Kampus Dinonaktifkan Dikti

MALANG – Sebanyak empat kampus di Kota Malang dinyatakan berstatus nonaktif oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti). Data tersebut didapat Malang Post dari website resmi forlap.dikti.go.id. Keempatnya antara lain Universitas Kanjuruhan, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sunan Giri dan Sekolah Tinggi Teknik Budi Utomo.
Sesuai laman resmi dikti tersebut, status Universitas Kanjuruhan, tercatat nonaktif. Disusul dengan beberapa status program studi lain yakni S1 Fisika dan D3 Bahasa Inggris yang juga berstatus sama. Dalam catatan tersebut, jumlah dosen tetap S1 Fisika hanya ada 1 dan dosen tetap D3 Bahasa Inggris hanya ada 3 orang. Untuk prodi lain, statusnya masih tercatat aktif.
Selain itu, untuk status Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia tercatat nonaktif. Begitu juga dengan Program studi S2 manajemen yang tercatat nonaktif yang hanya memiliki satu dosen tetap. Selanjutnya, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sunan Giri, juga berstatus nonaktif.
Untuk Sekolah Tinggi Teknik Budi Utomo sendiri, tercatat kampus dan semua prodinya berstatus nonaktif. Namun, rupanya, kampus ini pengelolaannya telah diambil alih oleh IKIP PGRI Budi Utomo.
Disandangnya status nonaktif tersebut, menurut Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (APTISI), Prof. Dr. Drs. H. Sukowiyono, SH MH, menyebabkan hilangnya beberapa hak termasuk mendapatkan pelayanan dari Dikti dan Kopertis. Selain itu, status tersebut juga membuat kelulusan mahasiswa menjadi terkendala.
”Jika tidak segera diurus, ya kasihan mahasiswanya. Karena kelulusan mereka akan terganggu. Dikti dan Kopertis tidak akan mau melayani mereka,” ungkapnya.
Disamping itu, dengan status tersebut, perguruan tinggi juga dilarang untuk menerima mahasiswa baru. Mereka seharusnya menghentikan penerimaan mahasiswa baru (maba) dan segera menambah jumlah dosen sebagai upaya perbaikan status.
Ia menambahkan, status tersebut juga disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah jumlah dosen tetap yang kurang memadai. Menurutnya, beberapa kampus memang kesulitan mencari dosen terlebih pada jurusan-jurusan tertentu.
”Kekurangan itu sebenarnya bisa cepat diperbaiki. Mereka bisa membicarakannya dalam forum APTISI agar dari kampus lain yang memiliki kelebihan dosen bisa melengkapi,” imbuh pria yang juga menjabat Rektor Universitas Wisnuwardhana tersebut.
Selain kekurangan dosen, ada pula penyebab yakni terjadinya konflik dalam yayasan. Dengan adanya konflik internal itu, menurutnya upaya perbaikan status akan sedikit sulit.
”Kalau kurang dosen kan kami tinggal bantu menambah. Kalau masalah internal kami tidak bisa membantu apa-apa karena itu sudah masuk dalam ranah internal,” tandasnya.
Pria yang akrab dipanggil Suko itupun menuturkan, saat ini masih ada beberapa Perguruan Tinggi yang masih dalam masa ”peringatan” oleh Dikti. Menurutnya, peringatan itu akan dilakukan selama tiga kali, dan ketika tidak segera diperbaiki, maka akan di nonaktifkan.
Sementara itu, terkait status nonaktif yang disandang oleh Universitas Kanjuruhan, Dr. Peter Sahertian, M.SI., mengakui adanya hal tersebut. Ia menyatakan, hal tersebut berpengaruh pada masalah mengajukan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) yang hingga saat ini masih belum bisa dilakukan.
“Untuk layanan yang lain masih bisa dilakukan, hanya pengajuan NIDN saja yang sejak November kemarin tidak bisa dilakukan,” tuturnya.
Status tersebut, menurut Peter disebabkan oleh adanya laporan dari pihak tertentu akan adanya konflik internal yayasan di Universitas Kanjuruhan ke pihak Dikti dan Kopertis. Pihaknya pun mengetahui dari adanya status non-aktif yang tertera dalam website forlap.
Kendati demikian, Peter mengaku tidak pernah mendapatkan konfirmasi dari pihak Dikti dan Kopertis. ”Tahu-tahu statusnya jadi nonaktif. Seharusnya meski ada laporan, mereka melakukan konfirmasi dulu ke kami,” urainya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Peter mengaku telah meminta Kopertis untuk melakukan survei ke Universitas Kanjuruhan. Tujuannya, agar pihak Kopertis bisa mengetahui kondisi nyata yang ada di lapangan.
”Dari survei itu, tidak ada mahasiswa ataupun dosen yang mengaku merasakan dampak dari konflik tersebut. Itu hanya konflik ditataran pimpinan. Tidak ada pengaruhnya di sistem perkuliahan yang ada di kampus,” lanjut Peter.
Hasil itupun, menurut Peter telah disimpulkan oleh Kopertis dan mereka telah melayangkan surat konfirmasi ke Dikti. Pihak Universitas Kanjuruhan pun telah menerima surat tembusannya.
Terkait dua program studi yang nonaktif, Peter mengaku, pihaknya telah mengajukan usulan penutupan. Alasannya karena jumlah peminatnya tidak begitu banyak.
”Dua prodi itu memang kami yang mengusulkan untuk ditutup. Sekarang ini masih dalam proses. Kami juga sudah tidak menerima mahasiswa di prodi tersebut,” pungkasnya

Sumber : 
http://www.malang-post.com/

Standart Minimal Peralatan Tehnologi Digital Bagi TV - Radio

Malang 19 Maret 2015, Dinas Kominfo Kota Malang menyelenggarakan acara Tehnologi Digital Menuju Lembaga Penyiaran Berkualitas dengan judul "Standart Minimal Peralatan Tehnologi Digital" bertempat di ruang Majapahit Balai Kota Malang dengan narasumber Bapak Syamsul Huda, ST, M. MT dari Balai Monitoring Spektrum Frekuaensi Radio Kelas II Surabaya.
Yang diikuti oleh Radio lokal, Stasiun Televisi Lokal, Kelompok Informasi Masyarakat yang ada dikota Malang. Tujuan diselanggarakan acara ini adalah untuk menyetandartkan pelaku penyebaran informasi yang ada diseluruh Kota Malang agar bisa lebih berkualitas dan membanggakan bagi masyarakat Malang.
Acara ini juga akan disiarkan dibeberapa Radio dan Stasiun TV Lokal
Terima kasih kepada Bapak Bambang Nugroho selaku kepala SKDI Kominfo Kota Malang telah mengundang kami untuk mengikuti kegiatan ini sehingga kami bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman dengan mengikuti kegiatan ini.

Tuesday, February 10, 2015

Menumbuh Kembangkan Potensi Profesionalisme Jurnalistik

                Malang - Dinas Komunikasi Dan Informatika Kota Malang menyelenggarakan Pembinaan Lembaga Penyiaran Tahun 2015 dengan tema "Menumbuh Kembangkan Potensi Profesionalisme Jurnalistik" yang di ikuti oleh Kelompok Informasi Masyarakat seluruh Kota Malang, PWI, dan media yang ada di Kota Malang yang dilaksanakan pada tanggal 10-11 Februari 2015.



Terima kasih kepada Bapak Bambang Nugroho selaku Pembina KIM Kota Malang telah menggundang kami mengikuti pelatihan ini sehingga kami mendapatkan ilmu dan maanfaat atas kegiatan ini.

Tuesday, January 27, 2015

Pembina KIM Kabupaten Malang Dimutasi

Dari situs warunginformasibisnis.blogspot.com tergambar sudah proses perpindahan Pembina Kim Kab. Malang Bapak Hari Purnomo yang tersirat seperti ini :

JADI STAF BERDAYA SAING UJUNG-UJUNGNYA TETAP DI PINDAH

Bos Warisbi keterangan gambar di pilih oleh Kominfo Propinsi menjadi salah satu pemodelan pembentukan KIM di Jawa Timur, yang pada kenyataanya sama sekali tidak mendapat rspon di Pemerintah Kabupaten Malang tidak membuat saya patah semangat kami terus berjuang untuk mewujudkanya.
Yang membuat kami menjadi tanda tanya besar, yang semestinya saya menjadi staf yang mempunyai kompetensi terkait di tupoksi kami sebagai Kasi Informatika yaitu memfasilitasi terbentuknya KIM di Kab. Malang saya di Mutasi Di Dispenduk Capil ini gimana, harusnya dengan visi misi Madep Muanteebbsalah satunya sdm yang berdaya saing itu merupakan penjabaran visi misi tersebut, dadi staf di Kab. Malang opo yo gak bingung, padahal dari anggaran yang di potong 40% di dinas terus di potong lagi di Bidang 40% TAK REWANGI SETIAP PEMBINAAN KARO DODOLAN DALBO untuk mencapai target ujung - ujungnya di Pindah walah emboh co sing di karepno yek opo, tapai kalaupun saya di pindah saya tetap berkomitmen terus melakukan pembinaan KIM, karena dalam pembinaan kim saya maknai perjuangan bravo KIM WARISBI

Modal Rp 50 Ribu, Kini Rp 33 Juta Per Bulan

Bordir Aplikasi Wendit Tembus Kawasan Indonesia Timur
Selama 18 tahun usaha bordir aplikasi yang dijalankan oleh Endang Widati (61 tahun) eksis di industri pakaian jadi. Ketekunan dan ketelatenan  warga Jalan Raya Wendit Barat, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis itu berbuah manis. Kini usaha yang dirintis dengan modal Rp 50 ribu, mampu menghasilkan sekitar Rp 33 juta per bulan. 

Butik Endang berada di kawasan di Jalan Raya Wendit Barat. Kerja kerasnya tampak pada bangunan megah dua lantai. Lantai satu digunakan untuk memamerkan seluruh hasil produk siap jual. Sedangkan, aktifitas produksi digelar di lantai dua.
Hasil kreatifitasnya beragam, mulai tempat tisu, penutup kulkas, taplak meja makan, sarung bantal, sprei hingga bedcover. Semua tersaji dalam beragam corak dan perpaduan warna. 
“Kalau tempat tisu dan taplak meja, termasuk usaha saya mulai dari pertama dahulu sampai sekarang. Meski pun usianya sudah belasan tahun, namun tetap diminati. Makanya, saya tetap menyediakannya untuk pembeli,” kata Endang membuka pembicaraan dengan Malang Post.
Pensiunan PNS di Balai Pemeliharaan Tanaman Tembakau-Karangploso itu bercerita, tahun 1997 menjadi awal usaha bordir aplikasinya. Alasan memilih bordir aplikasi, karena merupakan bordir kuno yang banyak disukai orang. Meskipun, untuk pembuatannya memiliki kerumitan.
“Bordir aplikasi ini memiliki lima tahapan pembuatan yang harus dilalui. Mulai dari menggambar, lalu memindahkan gambar itu ke kain, kemudian pengguntingan, lalu merekatkan objek gambar hingga membordirnya, semua proses itu harus dijalankan. Makanya, karena rumit  itu hasil dari produk yang disajikan sangat berbeda dibandingkan bordir lain yang biasanya hanya menempel dan membordir kain,” urai Endang.
Kali pertama membuka usaha, tambah ibu dua anak tersebut, modal yang digunakannnya sekitar Rp 50 ribu. Saat itu, produk pertama yang dibuat adalah tempat tisu, taplak dan pembungkus galon air mineral. Karena masih laris, sampai saat ini, tempat tisu dan taplak masih diproduksi. 
“Dengan modal itu, saya bisa membuat tempat tisu, taplak dan pembungkus galon yang jumlahnya total 10 produk. Kebetulan, saat itu kain yang digunakan sudah langsung kain katun. Sementara harganya, permeter ketika itu masih Rp 6 ribu. Makanya, bisa sampai jadi banyak,” tambahnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, ungkap Endang, usaha yang dirintisnya pun mulai merambah ke bentuk pakaian. Adalah daster khas malangan, yang sengaja dibuatnya untuk memberikan sesuatu yang spesial kepada pembeli. Dengan harga yang relatif terjangkau yaitu Rp 80 ribu, konsumen bisa membawa pulang satu daster yang sudah diminati hingga Bali dan Makassar.
“Sekitar Tahun 1999, saya mulai mengembangkan usaha ini ke daster malangan. Kesan berbeda dari daster ini, selain kain yang digunakan tetap katun dan katun jepang (lebih dingin saat dipakai), bordir aplikasi tetap dilekatnya di daster tersebut. Plus, ditambah dengan corak warna yang bisa dipilih langsung oleh pembeli yang tidak ingin beli daster yang sudah jadi. Sehingga, di sini pembeli juga bisa memilih jenis kain atau warna yang akan digunakan di daster,” papar perempuan berkaca-mata itu.
Khusus kepada pemesan daster, tambah Endang, karena proses pembuatan baju tidur itu butuh waktu hingga dua hari, maka masa pembuatan tersebut juga disampaikan ke pembeli. Sehingga, produknya tidak dianggap lambat dalam melayani pesanan. 
“Kalau daster, biasanya butuh waktu dua hari. Mengenai tempo pembuatan itu, hampir semua pelanggan sudah paham. Malahan, selama beberapa bulan terakhir, banyak konsumen yang meminta dibuatkan Katun Jepang dengan harga kisaran Rp 150 ribu. Motif dan bentuk kainnya yang halus, membuat produk terbaru itu mulai kian digemari,” tambahnya.(