
Sesuai laman resmi dikti tersebut, status Universitas Kanjuruhan, tercatat nonaktif. Disusul dengan beberapa status program studi lain yakni S1 Fisika dan D3 Bahasa Inggris yang juga berstatus sama. Dalam catatan tersebut, jumlah dosen tetap S1 Fisika hanya ada 1 dan dosen tetap D3 Bahasa Inggris hanya ada 3 orang. Untuk prodi lain, statusnya masih tercatat aktif.
Selain itu, untuk status Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia tercatat nonaktif. Begitu juga dengan Program studi S2 manajemen yang tercatat nonaktif yang hanya memiliki satu dosen tetap. Selanjutnya, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sunan Giri, juga berstatus nonaktif.
Untuk Sekolah Tinggi Teknik Budi Utomo sendiri, tercatat kampus dan semua prodinya berstatus nonaktif. Namun, rupanya, kampus ini pengelolaannya telah diambil alih oleh IKIP PGRI Budi Utomo.
Disandangnya status nonaktif tersebut, menurut Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (APTISI), Prof. Dr. Drs. H. Sukowiyono, SH MH, menyebabkan hilangnya beberapa hak termasuk mendapatkan pelayanan dari Dikti dan Kopertis. Selain itu, status tersebut juga membuat kelulusan mahasiswa menjadi terkendala.
”Jika tidak segera diurus, ya kasihan mahasiswanya. Karena kelulusan mereka akan terganggu. Dikti dan Kopertis tidak akan mau melayani mereka,” ungkapnya.
Disamping itu, dengan status tersebut, perguruan tinggi juga dilarang untuk menerima mahasiswa baru. Mereka seharusnya menghentikan penerimaan mahasiswa baru (maba) dan segera menambah jumlah dosen sebagai upaya perbaikan status.
Ia menambahkan, status tersebut juga disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah jumlah dosen tetap yang kurang memadai. Menurutnya, beberapa kampus memang kesulitan mencari dosen terlebih pada jurusan-jurusan tertentu.
”Kekurangan itu sebenarnya bisa cepat diperbaiki. Mereka bisa membicarakannya dalam forum APTISI agar dari kampus lain yang memiliki kelebihan dosen bisa melengkapi,” imbuh pria yang juga menjabat Rektor Universitas Wisnuwardhana tersebut.
Selain kekurangan dosen, ada pula penyebab yakni terjadinya konflik dalam yayasan. Dengan adanya konflik internal itu, menurutnya upaya perbaikan status akan sedikit sulit.
”Kalau kurang dosen kan kami tinggal bantu menambah. Kalau masalah internal kami tidak bisa membantu apa-apa karena itu sudah masuk dalam ranah internal,” tandasnya.
Pria yang akrab dipanggil Suko itupun menuturkan, saat ini masih ada beberapa Perguruan Tinggi yang masih dalam masa ”peringatan” oleh Dikti. Menurutnya, peringatan itu akan dilakukan selama tiga kali, dan ketika tidak segera diperbaiki, maka akan di nonaktifkan.
Sementara itu, terkait status nonaktif yang disandang oleh Universitas Kanjuruhan, Dr. Peter Sahertian, M.SI., mengakui adanya hal tersebut. Ia menyatakan, hal tersebut berpengaruh pada masalah mengajukan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) yang hingga saat ini masih belum bisa dilakukan.
“Untuk layanan yang lain masih bisa dilakukan, hanya pengajuan NIDN saja yang sejak November kemarin tidak bisa dilakukan,” tuturnya.
Status tersebut, menurut Peter disebabkan oleh adanya laporan dari pihak tertentu akan adanya konflik internal yayasan di Universitas Kanjuruhan ke pihak Dikti dan Kopertis. Pihaknya pun mengetahui dari adanya status non-aktif yang tertera dalam website forlap.
Kendati demikian, Peter mengaku tidak pernah mendapatkan konfirmasi dari pihak Dikti dan Kopertis. ”Tahu-tahu statusnya jadi nonaktif. Seharusnya meski ada laporan, mereka melakukan konfirmasi dulu ke kami,” urainya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Peter mengaku telah meminta Kopertis untuk melakukan survei ke Universitas Kanjuruhan. Tujuannya, agar pihak Kopertis bisa mengetahui kondisi nyata yang ada di lapangan.
”Dari survei itu, tidak ada mahasiswa ataupun dosen yang mengaku merasakan dampak dari konflik tersebut. Itu hanya konflik ditataran pimpinan. Tidak ada pengaruhnya di sistem perkuliahan yang ada di kampus,” lanjut Peter.
Hasil itupun, menurut Peter telah disimpulkan oleh Kopertis dan mereka telah melayangkan surat konfirmasi ke Dikti. Pihak Universitas Kanjuruhan pun telah menerima surat tembusannya.
Terkait dua program studi yang nonaktif, Peter mengaku, pihaknya telah mengajukan usulan penutupan. Alasannya karena jumlah peminatnya tidak begitu banyak.
”Dua prodi itu memang kami yang mengusulkan untuk ditutup. Sekarang ini masih dalam proses. Kami juga sudah tidak menerima mahasiswa di prodi tersebut,” pungkasnya
Sumber : http://www.malang-post.com/